D.
Tahapan pendekatan Sejarah dalam Studi Islam
Sebagai sebuah ilmu, sejarah membahas berbagai peristiwa dengan
memerhatikan unsur, tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari
peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan
melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, dan siapa yang terlibat dalam peristiwa
tersebut.[1][9] Dan
tentunya pendekatan sejarah dalam studi Islam ini dilakukan melalui berbagai
tahapan yang harus dilalui.
Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah tahapan akumulasi data. Dalam
tahapan ini, sumber sejarah merupakan salah satu yang menentukan kualitas
pendekatan. Oleh karena itu yang perlu diperhatikan dalam hal sumber sejarah
ini adalah akurasi, dan otentisitasnya sehingga dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
Adapun jenis sumber sejarah itu sendiri antara lain :
a.
Sumber
tertulis, seperti prasasti, arsip, segala dokumen, kitab-kitab, serat,
babad, hikayat, buku, majalah, dan sebagainya. Semuanya dapat dikumpulkan
faktanya melalui telaah teks atau library research.
b.
Sumber
visual, dan audio visual, yaitu foto, film, video, kaset, laser disk, CD ROM,
dan sebagainya. Sumber semacam ini ditela’ah melalui pengamatan.
c.
Benda-benda
sejarah yang dapat memberikan dan menjadi bukti sejarah.
d.
Sumber
lisan, yaitu penuturan lisan dari pelaku sejarah dan atau penyaksi adanya
peristiwa sejarah. Pengumpulan data terhadap sumber tersebut dapat dilakukan
dengan metode wawancara.
Sumber-sumber di atas, dalam proses pengumpulannya perlu dipertimbangkan
apakah ia termasuk sumber primer, yaitu sumber langsung asli sebagai
jejak-jejak sejarah, ataukah ia termasuk sumber sekunder, ialah sumber
tidak langsung yang memberikan informasi adanya peristiwa sejarah.
Sumber sejarah tertulis dapat dicari di banyak tempat, terutama pusat arsip
dan perpustakaan-perpustakaan. Kesulitan pencarian sumber biasanya terjadi
karena permasalahan sejarah yang diteliti merupakan peristiwa yang sudah
terlalu lama, misalnya dalam sejarah Islam sumber-sumber tertulis masa Nabi
hingga abad pertengahan sudah sangat langka. Adapun sumber lisan, seyogyanya
adalah manusia pelaku/penyaksi sejarah, keberadaannya perlu dicari dan berpacu
pada usianya. Penggunaan sumber lisan ini akan lebih kredibel bagi penelitian
sejarah kontemporer.
Untuk mengurangi kesulitan di dalam menghadapi berbagai sumber sejarah, dan
dalam rangka menghemat waktu serta ketepatan sumber, maka diperlukan seleksi
sumber sejarah berdasarkan relevansinya terhadap penulisan yang akan
dikerjakan. Bagi sumber-sumber yang relevan (benar-benar mendukung dan
berhubungan) dengan penulisan sejarah agama diambil, sedangkan sumber yang
tidak relevan lebih baik diabaikan. Sumber-sumber yang benar-benar memiliki
nilai relevan itu, kemudian dikaji ulang secara teliti dengan menggunakan
metode kritik yang berlaku dalam metode sejarah.
Tahapan yang kedua adalah pemilihan data. Pemilihan data ini dilakukan
dengan cara menyeleksi sumber sejarah melalui kritik sejarah. Kritik sejarah
ini dilakukan terhadap dua hal, yaitu kritik terhadap sisi eksternal sumber dan
kritik terhadap sisi internal sumber.
Kritik eksternal, yaitu kritik terhadap sisi fisik sumber. Apakah bahan
yang dipakai itu asli, apakah tulisan tintanya juga asli dan sebagainya.
Intinya di sini mempertanyakan keaslian (otentisitas) sumber sejarah.
Kritik internal, yaitu kritik terhadap isi sumber. Apakah isi dari
pernyataan sumber itu dapat dipercaya? Caranya dengan membandingkan beberapa
sumber yang sama. Apabila isi dari sumber itu sama benar, maka sumber itu
dinyatakan dapat dipercaya kebenarannya.
Tahapan yang ketiga adalah tahapan interpretasi data. Tahapan ini merupakan
proses pendekatan sejarah yang tidak terpisahkan dari langkah berikutnya, yaitu
penulisan sejarah. Yang dimaksud interpretasi dalam hal ini adalah proses
analisis terhadap fakta-fakta sejarah, atau bahkan proses penyusunan
fakta-fakta sejarah itu sendiri. Seperti dikemukakan di depan, bahwa fakta
sejarah haruslah objektif, tetapi tidaklah berarti peneliti tidak ada peluang
untuk menerangkan fakta itu atas dukungan teori yang dimilikinya. Oleh karena
itu proses interpretasi sejarah juga dimungkinkan masuk unsur-unsur subjektif
peneliti, terutama gaya bahasa dan sistem kategorisasi atau konseptualisasi
terhadap fakta-fakta sejarah berdasarkan teori yang dikembangkannya.
Tahapan yang terakhir adalah tahapan penulisan data. Dalam pendekatan
sejarah, penulisan sejarah merupakan proses rekonstruksi sejarah. Dalam hal ini
kerangka penulisan yang sudah dipersiapkan menjadi patokan, dan pola penulisan
dimaksud tergantung kepada penulis, apakah penyusunannya berdasarkan pola yang
dikembangkan secara urut waktu atau periodesasi ataukah didasarkan kepada
tema-tema unik sesuai peristiwa sejarah. Demikian pula model pemaparan atas
fakta-fakta sejarah dapat ditempuh secara deduktif maupun induktif. Suatu
hal yang penting dicatat, bahwa penulisan sejarah biasa dikembangkan secara
kualitatif, sehingga antara deskripsi fakta dan analisisnya merupakan satu
kesatuan di dalam pemaparan sejarah.
Dalam hal ini, Badri Yatim dalam salah satu kesimpulannya tentang penulisan
sejarah, mengatakan bahwa pengerjaan ilmu sejarah tidak saja menuntut kemampuan
teknis dan wawasan teori, tetapi juga integritas yang tinggi. Karena itu, dalam
melakukan studi sejarah, sejarawan sering harus meninjau kecenderungan
pribadinya.[2][10]
Comments
Post a Comment