Skip to main content

Islam adalah


Pendahuluan
Islam adalah agama yang dipeluk oleh banyak orang di dunia. Sejak awal pertumbuhannya di Mekah hingga perkembangannya ke seluruh dunia, jumlah umat Islam saat ini mencapai lebih dari 1,6 miliar jiwa atau sekitar 23.4 persen dari total penduduk dunia. Pertumbuhan jumlah umat Islam ini akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah Muslim dunia sekitar 2.2 miliar jiwa atau sekitar 35 persen pada tahun tersebut.[1][2]
Berkenanan dengan hal itu, studi Islam bagi umat Islam adalah hal yang sangat penting dilakukan, baik untuk kebaikannya di dunia, maupun di akhirat nanti. Untuk kebaikan umat Islam di dunia, ia bermanfaat bukan hanya untuk menjalani hari-harinya dengan sebaik mungkin peradaban, tetapi juga untuk menapaki masa depan peradabannya yang gemilang. Sedangkan untuk untuk kebaikannya di akhirat, ia bermanfaat sebagai pembelajaran yang sangat berharga baginya agar tidak terjerumus ke dalam jurang neraka.
Sejak dahulu hingga kini, studi Islam telah berkembang hampir di seluruh negara di dunia, baik di dunia Islam maupun non Islam. Saat ini di Indonesia, studi Islam sudah dilaksanakan di  perguruan-perguruan tinggi umum dan yang berlabelkan agama Islam, baik negeri maupun swasta, temasuk di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Indonesia Jakarta.
Sedangkan di negara-negara non Islam, studi Islam diselenggarakan di beberapa negara, antara lain di India, Chicago, Los Angeles, London, dan Kanada. Di Aligarh University India, Studi Islam di bagi menjadi dua, Islam sebagai doktrin dikaji di Fakultas Ushuluddin yang mempunyai dua jurusan, yaitu Jurusan Madzhab Ahli Sunnah dan Jurusan Madzhab Syi’ah. Sedangkan Islam dari aspek sejarah dikaji di Fakultas Humaniora dalam jurusan Islamic Studies. Di Jami’ah Millia Islamia, New Delhi, Islamic Studies Program dikaji di Fakultas Humaniora yang membawahi juga Arabic Studies, Persian Studies, dan Political Science.
Di Chicago, Kajian Islam diselenggarakan di Chicago University. Secara organisatoris, studi Islam berada di bawah Pusat Studi Timur Tengah dan Jurusan Bahasa, dan Kebudayaan Timur Dekat. Di lembaga ini, kajian Islam lebih mengutamakan kajian tentang pemikiran Islam, Bahasa Arab, naskah-naskah klasik, dan bahasa-bahasa non-Arab.
Di Amerika, studi Islam pada umumnya mengutamakan studi sejarah Islam, bahasa-bahasa Islam selain bahasa Arab, sastra dan ilmu-ilmu sosial. Studi Islam di Amerika berada di bawah naungan Pusat Studi Timur Tengah dan Timur Dekat.
Pertanyaannya adalah bagaimana caranya agar studi Islam itu dapat dilakukan dengan baik sehingga kedua tujuan tersebut tercapai?
Secara umum ada dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam melakukan studi Islam, yaitu pendekatan doktriner dan pendekatan ilmiah. Pendekatan doktriner dalam studi Islam adalah pendekatan dengan melihat Islam sebagai sebuah doktrin agama yang harus dipraktikkan secara ideal. Pendekatan ini dikenal pula dengan pendekatan normatif. Sedangkan pendekatan ilmiah adalah pendekatan dengan melihat Islam sebagai sebuah ilmu.
Beberapa dasawarsa terakhir ini pernah terjadi diskusi yang cukup menegangkan dan perdebatan yang sengit di antara akademisi, terutama di kalangan umat Islam terkait dengan pertanyaan mana yang harus dipilih antara kedua pendekatan tersebut. Umat Islam, pada umumnya lebih cenderung menggunakan pendekatan doktriner daripada ilmiah, sedangkan non-muslim, yang didominasi oleh para orientalis, sebaliknya. Mereka lebih cenderung menggunakan pendekatan ilmiah daripada doktriner. Menurut penulis, kedua pendekatan ini memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri, sehingga menjawab pertanyaan di atas, sebagaimana yang dinyatakan A. Mukti Ali dalam bukunya yang berjudul Metode Memahami Agama Islam, kedua pendekatan tersebut harus digunakan. Dalam hal ini ia mengatakan: “…….mempelajari Islam dengan segala aspeknya tidaklah cukup dengan metode ilmiah saja yaitu metode filosofis, ilmu-ilmu alam, historis dan sosiologis saja. Demikian juga memahami Islam dengan segala aspeknya itu tidak bisa hanya dengan jalan doktriner saja. Menurut pendapat saya, pendekatan ilmiah dan doktriner harus digunakan bersama”.[2][3]
Senada dengan itu, Amin Abdullah berpandangan bahwa dalam studi Islam, yang diperlukan bukan hanya pendekatan doktriner, yang dalam hal ini ia mengistilahkannya dengan pendekatan teologis filosofis, tetapi juga pendekatan ilmiah yang menurutnya dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan linguistik-historis dan pendekatan sosiologis antropologis. Dalam hal ini ia berasumsi bahwa ilmu apapun, termasuk ilmu tentang Islam yang memiliki kompleksitasitasnya sendiri tidak dapat berdiri sendiri. Begitu ilmu pengetahuan tertentu mengklaim dapat berdiri sendiri, merasa dapat menyelesaikan persoalan secara sendiri, tidak memerlukan bantuan dan sumbangan dari ilmu yang lain, maka self sufficiency ini cepat atau lambat akan berubah menjadi narrow-mindedness untuk tidak menyebutnya fanatisme partikularitas displin keilmuan. Dari dasar pemikiran seperti inilah, ia pun menghadirkan paradigma integratif-interkonektif sebagai jawaban atas pertanyaan filosofis di atas.[3][4]
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang pendekatan ilmiah dan tidak akan membahas tentang pendekatan doktriner atau normatif dalam studi Islam, karena hal itu sudah dilakukan oleh mayoritas umat Islam dari berbagai kalangan dan level pendidikan yang beragam. Dan agar pembahasan dalam makalah ini lebih terfokus dan terarah, maka penulis akan membatasinya pada pentingnya pendekatan sejarah  dalam studi Islam dan eksistensinya dalam sejarah Islam. Namun sebelum itu penulis akan menguraikan secara umum berbagai pendekatan ilmiah yang mungkin dilakukan dalam studi Islam, di antaranya adalah pendekatan antropologis, pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis, pendekatan fenomenologis dan pendekatan politis.





Comments

Popular posts from this blog

SIUP Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“KBLI”).

Mengutip istilah Perdagangan dari Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya , Perdagangan berarti kegiatan usaha transaksi barang atau jasa seperti jual-beli, sewa beli, sewa menyewa yang dilakukan secara berkelanjutan dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan kompensasi. Dalam melaksanakan kegiatan Perdagangan, perusahaan perdagangan wajib memiliki surat izin untuk melaksanakan kegiatan Perdagangan yang dinamakan Surat Izin Usaha Perdagangan (“ SIUP ”). Kegiatan usaha yang tercantum didalam SIUP menurut lampiran Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya adalah kegiatan-kegiatan usaha yang diklasifikasikan didalam Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik 57/2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“ KBLI ”). Kami mengasumsikan ibu Novi dalam menjual oli, gas, dan keinginannya menjual susu, diapers , dan peralatan bayi lainnya dilakukan secara eceran. Menurut Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik 57/2009, perdaganga...

pertamina SATUAN PENGAWASAN INTERN (SPI)

SATUAN PENGAWASAN INTERN (SPI) Kedudukan dan Kualifikasi SPI mempunyai kedudukan langsung di bawah Direktur Utama untuk menjaminindependensinya dari kegiatan atau unit kerja yang diaudit. Kepala SPI harus memiliki kualifikasi akademis dan kompetensi yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kepala SPI diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama dengan persetujuan Komisaris. Tugas dan Tanggung Jawab SPI Membuat strategi, kebijakan, serta rencana kegiatan pengawasan. Memonitor pencapaian tujuan dan strategi pengawasan secara keseluruhan serta melakukankajian secara berkala memastikan sistem pengendalian internal Perusahaan berfungsi efektif termasuk melakukan kegiatan yang dapat mencegah terjadinya penyimpangan serta melakukan assessment terhadap sistem tersebut secara berkala melaksanakan fungsi pengawasan pada seluruh aktivitas usaha yang meliputi antara lainbidang akuntansi, keuangan, sumber daya manusia dan operasional. Melakukan audit guna mendor...

Sejarah Singkat Manajemen Kualitas

Sejarah Singkat Manajemen Kualitas         Kalau dibuat semacam periodisasi sejarah perkembangan manajemen kualitas, maka perkembangan manajemen kualitas telah dimulai sejak awal tahun 1920 yang dimotori oleh beberapa ahli di bidang kualitas. Periode ini dapat dikatakan sebagai periode awal yakni 1920-1940. Pada periode ini manajemen kualitas fokusnya masih sebatas pada inspeksi atau pengawasan. Pandangan saat itu menyatakan bahwa bila inspeksi dilakukan dengan baik, maka hasil kerja akan baik pula. Bila hasil kerja baik dalam arti sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, maka disebut berkualitas. Berdasarkan pandangan yang demikian, maka posisi inspektor menjadi penting. Mereka melakukan pengawasan dengan mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi. Untuk memudahkan kerja mereka, maka penggunaan konsep statistik yang dikembangkan untuk dapat diaplikasikan dalam pengendalian variabel produk seperti panjang, lebar, berat, tinggi, daya tahan melal...