Skip to main content

SIUP Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“KBLI”).



Mengutip istilah Perdagangan dari Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya, Perdagangan berarti kegiatan usaha transaksi barang atau jasa seperti jual-beli, sewa beli, sewa menyewa yang dilakukan secara berkelanjutan dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan kompensasi. Dalam melaksanakan kegiatan Perdagangan, perusahaan perdagangan wajib memiliki surat izin untuk melaksanakan kegiatan Perdagangan yang dinamakan Surat Izin Usaha Perdagangan (“SIUP”).

Kegiatan usaha yang tercantum didalam SIUP menurut lampiran Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya adalah kegiatan-kegiatan usaha yang diklasifikasikan didalam Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik 57/2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“KBLI”).

Kami mengasumsikan ibu Novi dalam menjual oli, gas, dan keinginannya menjual susu, diapers, dan peralatan bayi lainnya dilakukan secara eceran. Menurut Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik 57/2009, perdagangan oli dan gas adalah kegiatan usaha yang  termasuk dalam klasifikasi perdagangan eceran khusus bahan bakar kendaraan bermotor dan perdagangan eceran bahan bakar bukan bahan bakar untuk kendaraan bermotor di toko. Sedangkan klasifikasi penjualan susu, diapers dan perlengkapan bayi lainnya termasuk ke dalam klasfikasi perdagangan eceran berbagai macam barang yang didominasi oleh barang bukan makanan dan tembakau di toko.

Di dalam Pasal 5 ayat (1)a Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya dinyatakan:
SIUP dilarang digunakan untuk melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan kelembagaan dan/atau kegiatan usaha, sebagaimana yang tercantum di dalam SIUP.

Berdasarkan ketentuan tersebut, apabila di dalam SIUP tidak mencantumkan kegiatan usaha yang ingin dijalankan, pemegang SIUP tidak dapat menjalankan usaha yang tidak sesuai sebagaimana tercantum dalam SIUP. Oleh karena itu, apabila di dalam SIUP hanya tercantum kegiatan usaha Perdagangan oli dan gas, pemilik SIUP tidak dapat melaksanakan penjualan susu, diapers, dan perlengkapan bayi lainnya. Jika pemilik SIUP melaksanakan kegiatan yang tidak sesuai dengan kegiatan usaha berdasarkan SIUP, pemilik SIUP dikenakan sanksi berupa pemberhentian sementara SIUP tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya.

Namun, hal tersebut dapat disikapi dengan melakukan perubahan SIUP yang diatur pada Pasal 14 Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya. Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya tidak mengatur tentang jumlah kegiatan usaha yang dapat dicantumkan dalam SIUP, namun jumlah kegiatan usaha dalam SIUP dibatasi oleh Pasal 18 Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya yang menyatakan:
Pemilik SIUP yang tidak melakukan kegiatan usaha selama 6 (enam) bulan berturut-turut atau menutup perusahaannya wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Pejabat Penerbit SIUP disertai alasan Penerbit SIUP disertai penutupan dan mengembalikan SIUP asli.

Dengan dilanggarnya pelaksanaan pada Pasal 18 Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya di atas, pemilik SIUP akan dikenakan peringatan tertulis sampai dengan sanksi berupa pemberhentian sementara oleh Penerbit SIUP sebagaimana diatur pada Pasal 20 dan Pasal 21 Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya.

Dalam melakukan perubahan data perusahaan di dalam SIUP, pemilik SIUP memerlukan data pendukung yaitu berupa anggaran dasar sebuah perusahaan (dalam hal ini perseroan terbatas– “PT”), yang mencantumkan jenis kegiatan usaha yang akan dimohonkan untuk dicantumkan di dalam SIUP. Apabila pada kenyataannya di dalam anggaran dasar PT belum mencantumkan kegiatan penjualan susu, diapers, dan peralatan bayi lainnya, maka perlu dilakukan perubahan anggaran dasar PT terlebih dahulu sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar PT tersebut, guna mencantumkan kegiatan yang diinginkan sebelum memohonkan perubahan penambahan kegiatan usaha dalam SIUP.

Semoga jawaban kami dapat membantu ibu Novi dalam menjalankan usaha. Terima kasih.

Dasar hukum:
2.    Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan yang telah diubah dengan:
a.    Peraturan Menteri Perdangan No. 46/M-DAG/PER/9/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan; dan
b.    Peraturan Menteri Perdagangan No. 39/M-DAG/PER/12/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan; dan
3.    Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik No. 57 tahun 2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik 57/2009”)

Comments

Popular posts from this blog

pertamina SATUAN PENGAWASAN INTERN (SPI)

SATUAN PENGAWASAN INTERN (SPI) Kedudukan dan Kualifikasi SPI mempunyai kedudukan langsung di bawah Direktur Utama untuk menjaminindependensinya dari kegiatan atau unit kerja yang diaudit. Kepala SPI harus memiliki kualifikasi akademis dan kompetensi yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kepala SPI diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama dengan persetujuan Komisaris. Tugas dan Tanggung Jawab SPI Membuat strategi, kebijakan, serta rencana kegiatan pengawasan. Memonitor pencapaian tujuan dan strategi pengawasan secara keseluruhan serta melakukankajian secara berkala memastikan sistem pengendalian internal Perusahaan berfungsi efektif termasuk melakukan kegiatan yang dapat mencegah terjadinya penyimpangan serta melakukan assessment terhadap sistem tersebut secara berkala melaksanakan fungsi pengawasan pada seluruh aktivitas usaha yang meliputi antara lainbidang akuntansi, keuangan, sumber daya manusia dan operasional. Melakukan audit guna mendor...

Sejarah Singkat Manajemen Kualitas

Sejarah Singkat Manajemen Kualitas         Kalau dibuat semacam periodisasi sejarah perkembangan manajemen kualitas, maka perkembangan manajemen kualitas telah dimulai sejak awal tahun 1920 yang dimotori oleh beberapa ahli di bidang kualitas. Periode ini dapat dikatakan sebagai periode awal yakni 1920-1940. Pada periode ini manajemen kualitas fokusnya masih sebatas pada inspeksi atau pengawasan. Pandangan saat itu menyatakan bahwa bila inspeksi dilakukan dengan baik, maka hasil kerja akan baik pula. Bila hasil kerja baik dalam arti sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan, maka disebut berkualitas. Berdasarkan pandangan yang demikian, maka posisi inspektor menjadi penting. Mereka melakukan pengawasan dengan mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi. Untuk memudahkan kerja mereka, maka penggunaan konsep statistik yang dikembangkan untuk dapat diaplikasikan dalam pengendalian variabel produk seperti panjang, lebar, berat, tinggi, daya tahan melal...