Skip to main content

pendekatan study islam


Pendekatan Sejarah Dalam Studi Islam
Istilah sejarah berasal dari kata berbahasa Arab syajarah yang berarti pohon. Dalam hal ini, Azyumardi Azra mengatakan:
“pengambilan istilah ini berkaitan dengan kenyataan, bahwa sejarah –setidaknya dalam pandangan orang pertama yang menggunakan kata ini- menyangkut tentang, antara lain, syajarat al-nasab, pohon genealogis yang dalam masa sekarang agaknya bisa disebut sejarah keluarga. Atau boleh jadi juga karena kata kerja syajara juga punya arti to happen, to occur dan to develop. Namun selanjutnya, sejarah dipahami mempunyai makna yang sama dengan tarikh (Arab), istoria (Yunani), history atau geschicte (Jerman)”. [1][6]
Dalam penggunaannya, filosof Yunani memakai kata istoria untuk menjelaskan secara sistematis mengenai gejala alam. Dalam perkembangan selanjutnya, kata istoria dipergunakan untuk menjelaskan mengenai gejala-gejala terutama hal ikhwal manusia dalam urutan kronologis.
Secara terminologi, para sejarawan beragam dalam mendefinisikan sejarah. Ada yang sempit dan ada yang luas. Yang mendefinisikan sejarah secara sempit contohnya adalah Edward Freeman. Sebagaimana dikutip Azyumardi Azra, Edward Freeman mendefinisikan sejarah dengan politik masa lampau. Adapun yang mendefinisikan sejarah secara luas, contohnya adalah Ernst Bernheim, yang menyatakan, sebagaimana dikutip Azyumardi Azra, sejarah adalah imu tentang perkembangan manusia dalam upaya-upaya mereka sebagai makhluk sosial.[2][7]
Secara leksikal, sejarah adalah pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau. Secara terminologi sejarah adalah kisah dan peristiwa masa lampau umat manusia, baik yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi maupun gejala alam. Defenisi ini memberi pengertian bahwa sejarah tidak lebih dari sebuah rekaman peristiwa masa lampau manusia dengan segala dimensinya.
Yang jelas, sejarah adalah fakta yang benar-benar terjadi bukan yang seharusnya terjadi, ia adalah realitas bukan idealitas. Oleh karena itu, pendekatan sejarah amat dibutuhkan dalam upaya kita melakukan studi Islam, karena Islam itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.
Maka lapangan sejarah adalah meliputi segala pengalaman manusia.
Menurut Ibnu Khaldun sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman perisriwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa, adanya batasan waktu (yaitu masa lampau), adanya pelaku (yaitu manusia) dan daya kritis dari peneliti sejarah. Dengan kata
lain di dalam sejarah terdapat objek peristiwanya (what), orang yang melakukannya (who), waktunya (when), tempatnya (where) dan latar belakangnya (why). Seluruh aspek tersebut selanjutnya disusun secara sistematik dan menggambarkan hubungan yang erat antara satu bagian dengan bagian lainnya.
Karena peristiwa sejarah adalah mengenai apa saja yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan dan dialami manusia, atau dalam bahasa metodologis bahwa lukisan sejarah itu merupakan pengungkapan fakta mengenai apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana sesuatu telah terjadi, maka pendekatan sejarah atau dapat dikatakan sejarah sebagai suatu metodologi menekankan perhatiannya kepada pemahaman berbagai gejala dalam dimensi waktu. Aspek kronologis sesuatu gejala, termasuk gejala agama atau keagamaan, merupakan ciri khas di dalam pendekatan sejarah. Karena itu pengkajian terhadap gejala-gejala agama berdasarkan pendekatan ini haruslah dilihat segi-segi prossesnya, perubahan-perubahan dan aspek diakronisnya. Bahkan secara kritis, pendekatan sejarah itu bukanlah sebatas melihat segi pertumbuhan, perkembangan serta keruntuhan mengenai sesuatu peristiwa,  melainkan juga mampu memahami gejala-gejala struktural yang menyertai peristiwa.
Dari sini kita dapat mengatakan bahwa sejarah bukan hanya sebagai masa lalu tapi juga ilmu, sejarah terikat pada prosedur penelitian ilmiah. Sejarah juga terikat pada penalaran yang bersandar pada fakta. Kebenaran sejarah terletak dalam kesediaan sejarawan untuk meneliti sumber sejarah secara tuntas, sehingga diharapkan ia akan mengungkapkan sejarah secara objektif. Hasil akhir yang diharapkan ialah adanya kecocokan antara pemahaman sejarawan dengan fakta. Sejarah dengan demikian didefenisikan sebagai ilmu tentang manusia yang merekonstruksi masa lalu.
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Seperti orang yang ingin memahami al Qur’an maka ia harus memahami ilmu Asbabun Nuzul (Ilmu tentang Turunnya Al-Qur’an) dengannya seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujukan untuk memelihara syariat dan kekeliruan memahaminya. Begitu juga jika seseorang ingin memahami Hadis nabi Muhammad SAW, maka ia membutuhkan ilmu Asbabul Wurud (Ilmu tentang turunnya Hadis) yang dengan cara itu ia mempertimbangkan kondisi historis-empiris pada saat Hadis tersebut disampaikan Nabi saw. Dalam hal ini, Fazlurrahman mengatakan, sebagaimana dikutip oleh yang dikutip Profesor Dr. H.M. Amin Syukur , MA dkk, dalam bukunya Metodologi Studi Islam: ” Bila seseorang menemukan Al-Qur’an di Kutub utara dan bermaksud memahamninya meskipun ia mengetahui bahasanya, dia tidak akan berhasil memahami Al-Qur’an tersebut secara utuh”.[3][8]
Dan jika studi Islam difokuskan pada masalah pendidikan, maka melalui pendekatan sejarah ditemukan berbagai keterangan yang terkait dengan pendidikan Islam sepanjang sejarah, seperti adanya perhatian yang sangat besar umat Islam terhadap pentingnya pendidikan dan menuntut ilmu sejak dini. Selain itu, juga akan didapat informasi yang sangat berharga terkait dengan para ulama Islam yang memiliki perhatian khusus terhadap dunia pendidikan Islam. Dan masih banyak lagi.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dengan pendekatan ini, maka pertanyaan mengapa ayat tertentu diturunkan pada waktu tertentu dan Hadis dikeluarkan dari mulut Nabi Muhammad SAW akan mendapatkan jawabannya. Begitu juga dengan pertanyaan tentang bagaimana kondisi sosio-kultural masyarakat dan bahkan politik pada saat itu, akan terjawab.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pendekatan sejarah dalam studi Islam bisa dikembangkan ke arah pendekatan multidisipliner di mana dalam pengungkapan berbagai hal di balik suatu kejadian bisa menggunakan teori-teori sosial, politik, antropologis dan psikologis.
Pentingnya penggunaan pendekatan interdisipliner ini semakin disadari melihat keterbatasan hasil-hasil penelitian yang hanya menggunakan satu pendekatan tertentu. Misalnya, dalam mengkaji teks agama, seperti Al-Qur’an dan sunnah Nabi tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan tekstual, tetapi harus dilengkapi dengan pendekatan sosiologis dan historis sekaligus, bahkan masih perlu ditambah dengan pendekatan hermeneutik misalnya. Dan menurut penulis, perkembangan tersebut adalah satu hal yang wajar dan seharusnya memang terjadi seiring dengan perkembangan jaman dan masyarakat yang semakin hari menjadi semakin kompleks.





Comments

Popular posts from this blog

SIUP Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“KBLI”).

Mengutip istilah Perdagangan dari Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya , Perdagangan berarti kegiatan usaha transaksi barang atau jasa seperti jual-beli, sewa beli, sewa menyewa yang dilakukan secara berkelanjutan dengan tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan kompensasi. Dalam melaksanakan kegiatan Perdagangan, perusahaan perdagangan wajib memiliki surat izin untuk melaksanakan kegiatan Perdagangan yang dinamakan Surat Izin Usaha Perdagangan (“ SIUP ”). Kegiatan usaha yang tercantum didalam SIUP menurut lampiran Permendag 36/M-DAG/PER/9/2007 dan Perubahannya adalah kegiatan-kegiatan usaha yang diklasifikasikan didalam Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik 57/2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (“ KBLI ”). Kami mengasumsikan ibu Novi dalam menjual oli, gas, dan keinginannya menjual susu, diapers , dan peralatan bayi lainnya dilakukan secara eceran. Menurut Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik 57/2009, perdaganga...

pertamina SATUAN PENGAWASAN INTERN (SPI)

SATUAN PENGAWASAN INTERN (SPI) Kedudukan dan Kualifikasi SPI mempunyai kedudukan langsung di bawah Direktur Utama untuk menjaminindependensinya dari kegiatan atau unit kerja yang diaudit. Kepala SPI harus memiliki kualifikasi akademis dan kompetensi yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kepala SPI diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama dengan persetujuan Komisaris. Tugas dan Tanggung Jawab SPI Membuat strategi, kebijakan, serta rencana kegiatan pengawasan. Memonitor pencapaian tujuan dan strategi pengawasan secara keseluruhan serta melakukankajian secara berkala memastikan sistem pengendalian internal Perusahaan berfungsi efektif termasuk melakukan kegiatan yang dapat mencegah terjadinya penyimpangan serta melakukan assessment terhadap sistem tersebut secara berkala melaksanakan fungsi pengawasan pada seluruh aktivitas usaha yang meliputi antara lainbidang akuntansi, keuangan, sumber daya manusia dan operasional. Melakukan audit guna mendor...

RENT SEEKING DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA PENGARUH PEMBURU RENTE (RENT-SEEKING) DALAM PEREKONOMIAN DI INDONESIA

BAB I Pendahuluan 1.1.         Latar BelakangPembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak terlepas dari peran pemerintah dalammengatur perekonomian untuk mencapai kesejahteraan sosial (Social Walfare) bagi publik.Mayoritas negara di dunia ini melakukan strategi perekonomian yang lebih hati-hati danmenggabungkan prinsip pasar bebas (market mechanism) dengan intervensi pemerintah yanglebih terarah dan tepat guna (Deliarnov, 2006). Aliran-aliran pemikiran seperti Marxisme,Keynesian, dan paham sosialis lainnya juga mendukung institusi politik dan pemerintahan dalamperekonomian untuk mencapai ekonomi yang lebih efisien dan lebih adil. Sejak tahun 1967, teori mengenai “rent-seeking” (pemburu rente)ini dikembangkan oleh Gordon Tullock, dan istilah “rent” disini berkembang menjadi tidak dalam pengertian yang sama dengan yang dimaksudkan oleh Adam Smith. Fenomena dari rent seeking ini teridentifikasidalam hubungannya dengan monopoli. Selanjutnya, ren...